Wednesday, April 29, 2009

, ,

Pendidikan dan Teknologi Informasi - Part 2 Kelas ICT (Information Communication Technology/Teknologi Informasi dan Komunikasi)

Diakui atau tidak diakui dalam dunia pendidikan paradigma yang dianut sekarang adalah konstruktivisme. Jika dahulu pengetahuan siswa bersumber dari guru, dan siswa dianggap sebagai gelas kosong yang siap diisi. Maka dengan paradigma konstruktivisme, siswa harus dianggap memiliki pengetahuan awal, dan tugas guru hanya mengkonstruksinya. Siswa pun diibaratkan tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai penyiram yang membantu tanaman (siswa) tumbuh dan berkembang dengan baik. Akibatnya, peran guru berubah dari pengajar menjadi fasilitator dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), tidak lagi berpusat pada guru (teacher center). Proses belajar mengajar (PBM) bersifat memandirikan siswa dalam mengeksplorasi rasa keingintahuannya dan memecahkan masalah yang diberikan guru. Konsekuensi dari bergulirnya paradigma ini memerlukan sumber belajar yang banyak. (R.Bambang Aryan, 2008)

Dari salah satu latar belakang diatas itulah yang memunculkan wacana pembelajaran berbasis ICT (Information and Communication Technology) selanjutnya disebut Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sekarang ini telah menjadi trend tersendiri dalam dunia pendidikan yang digunakan untuk meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) melalui peningkatan kualitas pendidikan. (Wijaya Kusumah, 2008). Menurut pandangan R. Bambang Aryan (2008), hal tersebut dikarenakan ICT mampu menyajikan teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara interaktif. Tampilan tersebut akan membuat pengguna (user) lebih leluasa memilih, mensintesa, dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahaminya. Sehingga komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena komputer tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diinginkan. Berbeda dengan guru, guru tak mungkin menjelaskan hal yang sama terus menerus pada siswa yang lambat. Selain itu siswa yang cepat pun dapat terus berlari tanpa perlu dihalangi dan distandarisasi sama dengan siswa lainnya. Inilah iklim afektif dari pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.

Selain itu, dalam perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang semakin hari semakin cepat mengharuskan kita untuk mempelajari dan dapat menggunakan perangkat teknologi tersebut. Agar tidak tertinggal di bidang informasi dan komunikasi, Departemen Pendidikan Nasional, telah memperkenalkan secara lebih serius akan pentingnya bidang informasi dan komunikasi. Hal ini terlihat dari materi TIK yang sudah mulai diajarkan dari jenjang SMP pada kurikulum baru, yaitu kurikulum 2004. Media pembelajaran dengan menggunakan internet belum banyak diterapkan oleh sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya sekolah-sekolah penyelenggara program kelas akselerasi. Sementara internet saat ini sudah lebih mudah diakses oleh siapa saja dengan biaya yang sangat terjangkau. Dengan menggunakan internet, pembelajaran berorientasi pada siswa, bukan berorientasi pada guru seperti pada pelajaran konvensional. (Wijaya Kusumah, 2008)

Menurut pandangan Wijaya Kusumah (2008), menjelaskan bahwa saat ini pembelajaran ICT sangat cocok diterapkan di kelas akselerasi, karena siswa akan dapat dengan mudah mencari informasi dan berkomunikasi serta mencari pengetahuan tambahan melalui media internet. Penyelenggaraan kelas akselerasi (percepatan belajar) dianggap sebagai salah satu alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata rata. Ketika mereka digembleng dan disatukan dalam satu kelas, maka akan terjadi persaingan yang sangat ketat, sehingga selisih nilai yang sedikit saja dapat mempengaruhi mental belajar mereka di sekolah.

Di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, sejak tahun ajaran 2006/2007 telah membuka Kelas Berbasis ICT (Information Communication Technology) yang menggandeng sekolah partner di luar negeri yakni Bonpo Middle School, sekolah berbasis ICT terbaik di Korea Selatan, berdasarkan penunjukkan dari Balitbang Depdiknas Jakarta nomor:2059/GI/N/2006 tanggal 23 Juni 2006. Dalam pelaksanaan penerimaan siswa Kelas ICT tersebut, SMA Muhammadiyah 1  Yogyakarta juga memiliki beberapa persyaratan khusus, seperti memiliki minat yang tinggi terhadap Bahasa Inggris, menguasai pengoperasian komputer dan media online, dan juga memiliki laptop (Flyer Informasi Pembukaan Kelas ICT tahun ajaran 2006/2007, 2006).

Mengenai persyaratan kepemilikan dan penggunaan laptop diatas juga didukung oleh pernyataan R.Bambang Aryan (2008) bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pengelolaan kelas berbasis ICT, diantaranya adalah:
  1. Penggunaan ICT sebaiknya dibagi dalam tiga katagori,  yaitu one laptop for all students, one student one laptop, dan one laptop for four students.
  2. Pengunaan ICT bersifat one laptop for all student digunakan pada saat guru memberikan konsep dasar yang harus dikuasai siswa secara menyeluruh. Adapun one student one laptop dan one laptop for four students digunakan untuk tahap pengembangan konsep, yang memerlukan aktifitas eksplorasi atau pemecahan masalah.
  3. Penggunaan fasilitas hendaknya tidak terlalu sering bersifat individual, yaitu one student one laptop, tetapi sesekali harus diberikan fasilitas bersifat kerjasama, one laptop for four student.
  4. Guru harus menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penggunaan ICT dikelas. SOP ini mengajarkan siswa akan pentingnya tanggung jawab
  5. Guru merancang kelas yang berbasis ICT yang bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Harus dibedakan tempat duduk siswa ketika kebutuhannya one laptop for all students, one student one laptop, dan one laptop for four students
Dalam pendesainan kelas ICT, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta mendesain kelas sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran akan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dan Ubiquitous Learning serta ICT terintegrasi dalam proses pembelajaran. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran berbasis masalah dimana masalah sebagai titik acuan proses pembelajaran. PBL bukan problem solving yang solusinya sudah diketahui, tetapi sebuah proses pembelajaran untuk mencari solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi umat manusia dimana siswa dan fasilitator tidak mengetahui solusi yang akan diajukan (Flyer Informasi Pembukaan Kelas ICT tahun ajaran 2006/2007, 2006)

Mengenai pengadaan kelas ICT ini disekolah-sekolah, dapat dijelaskan bahwa Kelas ICT merupakan sebuah kelas khusus disekolah dimana siswa kelas tersebut dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan media Teknologi Informasi dan Komunikasi  sebagai sumber belajar. Pada kelas tersebut, siswa akan dapat dengan mudah mencari informasi dan berkomunikasi serta mencari pengetahuan tambahan melalui media internet.

Pengadaan kelas ini merupakan salah satu perkembangan pendidikan Indonesia yaitu dengan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Perubahan model pembelajaran dikelas yang awalnya berpusat pada guru (teacher center) berubah menjadi berpusat pada murid (student center) yang akhirnya merubaah peran guru dari pengajar menjadi fasilitator, merupakan perkembangan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang juga dihadapi oleh guru-guru saat ini, sehingga guru harus semakin sadar perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang berkembang saat ini.


Catatan : tulisan berasal dari sebuah skripsi, Faiz Mudhokhi, PENGEMBANGAN PAPAN BIMBINGAN ONLINEDENGAN MENGGUNAKAN BLOG PADA SISWA KELAS XI ICT DI SMA MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA, Jurusan Bimbingan Konseling FIP UNY, 2009